Home / Artikel / Verba Pastoris / Bonum est Diffusivum

Bonum est Diffusivum

RD Nikasius Jatmiko

Ungkapan Bonaventura ini memberikan gambaran bahwa Allah adalah kebaikan yang dilukiskan dengan istilah Bonum. Kebaikan itu adalah hakekat dari Allah sendiri dan harus terpancar dalam kehidupan. Manusia adalah  Imago Dei, maka dengan sendirinya manusia harus menampilkan nilai Bonum, yakni Allah sendiri. Tampilan kebaikan itu dapat diuntai dalam sebuah rangkaian hidup manusia sehari-hari. Takaran kebaikan itu harus diselaraskan demi kebaikan bersama, bukan kebaikan personal. Kebaikan pada hakekatnya sebuah energi yang menyebar dalam keseharian manusia. Daya kebaikan itu bisa ditangkap dalam segala bentuk perilaku manusia di manapun berada. Pancaran kebaikan itu tentu mengarah pada sebuah nilai kebersamaan dalam perbedaan. Kebaikan tidak terkotak-kotak oleh suku, ras, maupun agama. Kebaikan menembus batas-batas itu karena Allah memancarkan kebaikan itu kepada semua orang.

Allah adalah sumber kebaikan dan Allah adalah kebaikan itu sendiri. Hal itu dipertegas dalam Kitab Kejadian yang menggambarkan bahwa semua diciptakan baik adanya karena semua berasal dari Allah. Kebaikan itu menjadi sebuah irama dalam kehidupan di Firdaus sehingga semua menjadi teratur, tertata, dan selaras. Kitab Kejadian itu memberikan paronama kehidupan yang selalu teratur ketika manusia menempatkan Allah dalam gerak hidupnya. Oleh karena itu, manusia disebut Imago Dei (Kej 1:27), yakni gambaran Allah karena kebaikan ada dalam diri manusia. Allah akan selalu memancarkan kebaikan dalam diri manusia dan kebaikan itu akan terpancar pula dalam kehidupan bersama.

Kebaikan itu harus selalu ditebarkan agar dunia selaras dan menjadi sebuah komunitas seperti Firdaus. Panggilan manusia paling utama itu menebarkan kebaikan dalam kehidupan. Ini menjadi tugas hidup yang tidak bisa dielakkan, sekalipun kebaikan itu senantiasa terbentur oleh lika-liku kehidupan yang sering terbelokkan. Kebaikan itu senantiasa ditebarkan dalam peziarahan di dunia. Apa yang dilakukan di dunia ini akan ditakar dalam hidup kita ini, demikian Injil Mateus mengigatkan kepada manusia agar selalu menyadari tugas itu. Lebih tepatnya Mateus “25:40 Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku”. Jadi kebaikan di dunia ini akan menjadi takaran hidup manusia saat Allah memanggil kita.

Ketika manusia menempatkan Allah sebagai sumber kebaikan dan manusia adalah Imago Dei, mengapa terjadi kejahatan? Ini menjadi sebuah pertanyaan yang tidak pernah terjawab secara tuntas sebab kejahatan sudah menghancurkan dunia, termasuk manusia itu sendiri. Kebaikan dan kejahatan adalah dua sisi kehidupan yang sering manusia hadapi. Kembali Mateus menegaskan hal itu,”13:27 Maka datanglah hamba-hamba tuan ladang itu kepadanya dan berkata: Tuan, bukankah benih baik, yang tuan taburkan di ladang tuan? Dari manakah lalang itu”?  Dalam teks ini tersebar dua hal kebaikan dan kejahatan, lalu dari mana kejahatan berasal? Mateus menjawab,”13:28 Jawab tuan itu: Seorang musuh yang melakukannya. Lalu berkatalah hamba-hamba itu kepadanya: Jadi maukah tuan supaya kami pergi mencabut lalang itu”? Pertanyaan lebih lanjut bisa diajukan, kalau Allah adalah adalah sumber kebaikan kenapa muncul kejahatan? Kejahatan adalah tindakan yang jauh dari sang sumber kebaikan, yakni Allah sendiri. Kejahatan adalah sebuah penolakan kebaikan, Bonum, sehingga dunia mengalami kekacaoan dalam kehidupan. Clement dari Alexandria menjelaskan bahwa kejahatan itu mengakibatkan manusia dosa itu karena manusia menolak didikan Allah sang sumber kebaikan itu. Jadi konsekwensi dari penolakan itu manusia harus jatuh dalam dosa dan diusir dari keteraturan di Firdaus. John Henry Newman mengambarkan bahwa dosa itu mengakibatkan manusia kehilangan baju rohani, akibatnya manusia tidak bisa menempati Firdaus itu.

Kebaikan tetap harus disebarkan, namun kejahatan akan tetap mengintip manusia. Inilah pilihan hidup manusia yang mempunyai kehendak bebas, free will. Keselarasan dunia itu tergantung pilihan hidup manusia. Karena kebaikan dan kejahatan akan tersebar dengan cepat dan ikut mempengarui gerak hidup di dunia ini. Selaku orang beriman, manusia harus ambil bagian menebarkan kebaikan melalui karya kita. Namun pilihan manusia bisa juga salah, yakni bukan hanya menebarkan kebaikan namun ikut ambil bagian dari kejahatan. Karya-karya hidup manusia adalah wujud bagaimana kebaikan itu diterbarkan, namun terkadang kejahatan menyelusup dalam diri manusia tanpa disadari. Tindakan kebaikan lahir dari hati yang baik, tanpa ada niat membelokkan arah, sekalipun kebaikan itu sering mendapat tantangan.

Tugas manusia sebagai Imago Dei harus menyebarkan kebaikan, walaupun lalang-lalang kehidupan selalu  mengancam kebaikan itu. Kebaikan harus ditebarkan karena kebaikan tidak akan pernah terkalahkan oleh kejahatan. Allah sang sumber kebaikan tidak pernah kalah dengan kejahatan. Hancurnya kebaikan dalam diri manusia karena manusia tidak lagi mengenakan Allah sebagai sumber kebaikan, Allah ditanggalkan, dan Allah dicampakkan dalam hidupnya. Semua itu mesti dilawan dengan tiada henti-hentinya menebarkan kebaikan, itulah Bonum est Diffusivum.

http://kdkkb.id

Dokter Menjadi Sahabat Bagi Semua Orang

RD Nikasius Jatmiko Mazmur  38 38:12 Sahabat-sahabatku dan teman-temanku menyisih karena penyakitku, dan sanak saudaraku …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *