Sudah selayaknya, bahwa bunda Allah menikmati keistimewaan Putra dan dihormati oleh seluruh ciptaan sebagai ibu dan hamba Allah (Santo Yohanes Damasenus).
Hari Minggu tanggal 15 Agustus 2021 yang baru lalu diperingati sebagai hari Raya Santa Perawan Maria diangkat ke surga. Hari Minggu itu saya mengikuti misa online jam 09.30 gereja St Laurentius yang dipersembahkan oleh pastur A.Bogaartz. Beberapa jam sebelumnya saya baru saja menerima kabar yang cukup mengejutkan, yaitu proses pengajuan saya sebagai guru besar disetujui Kemenristek dan saya menerima anugerah luar biasa berhak menyandang gelar professor di Universitas Kristen Maranatha.
“Ya Tuhan, puji syukur kepada-Mu. Semua hal yang saya alami adalah berkat kebaikan dan kemurahan Tuhan belaka, karena saya tahu, begitu banyak orang yang jauh lebih pandai, lebih hebat dan lebih pantas dari saya, namun tidak mendapat kesempatan seperti yang saya dapatkan.”
Tema bacaan Injil pada hari Raya 15 Agustus 2021 adalah: Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan meninggikan orang-orang yang rendah. Bunda Maria, ibunda Yesus juru selamat dunia, sejak dikandung dalam rahim ibunya, sudah disiapkan secara khusus oleh Allah untuk berpartisipasi dalam sejarah keselamatan. Maria seorang gadis sederhana namun memiliki sikap hidup yang luar biasa. Kata-kata indah yang diucapkan bunda Maria saat menanggapi berita yang dibawa oleh malaikat Gabriel adalah: “Saya ini hamba Tuhan. Jadilah padaku menurut kehendak-Mu” atau “Fiat voluntas Tua”. Kata-kata ini sebetulnya sederhana namun apabila kita sungguh renungkan maknanya sangat indah, dalam, dan berat. Konsekuensi dari kata-kata tersebut amat sangat berat karena menuntut penyerahan total seluruh hidup kepada kehendak Tuhan.
Kita sulit membayangkan situasi Bunda Maria pada zamannya, seorang gadis harus hamil padahal belum bersuami. Hukum yang berlaku dalam (budaya) bangsa Yahudi saat itu sangat berat dan kejam, dalam situasi demikian, besar kemungkinan seorang gadis yang hamil tanpa suami akan dihukum rajam hingga mati. Maria menerima kehendak Tuhan dengan segala risikonya, dan sungguh berbahagia melaksanakan kehendak Allah. Maria siap menanggung segala kesukaran, penderitaan dan kedukaan selama hidupnya demi memiliki kebahagiaan yang kekal. Betapa besar kedukaan dan perasaan hancur yang ditanggung seorang ibu tatkala berdiri di kaki Salib mendampingi putra tercinta menghadapi sakratul maut hingga akhirnya wafat demi memberi keselamatan pada umat manusia. Bunda Maria mampu dan tabah menghadapi berbagai peristiwa yang menyakitkan. Sungguh tepatlah kata-kata dalam doa kita: “Salam Maria penuh rahmat Tuhan sertaMu. Terpujilah Engkau di antara Wanita dan terpujilah buah tubuh-Mu, Yesus.”
Seringkali kita hanya memandang pengalaman hidup dari sisi yang menyenangkan atau menguntungkan saja, Wah berbahagia sekali ya Bunda Maria diangkat ke surga, dengan jiwa dan raganya. Kita, tentu saja juga ingin mendapat keselamatan kekal sebagaimana Bunda kita, namun kita seringkali gentar dan tidak mau menerima konsekuensi dari berserah diri pada kehendak Tuhan. Kita seringkali berontak dan sulit menerima kenyataan yang berbeda dengan keinginan kita. Kita semua sungguh perlu belajar meneladan sikap hidup Bunda Maria.
Sejak beberapa bulan lalu saya berusaha menyempatkan diri meluangkan waktu untuk berdoa rosario setiap malam. Dalam pelaksanaannya hal ini banyak kendala dan tantangannya; kadangkala kesempatannya sudah larut malam, hingga saya berdoa sambil terkantuk-kantuk dan waktu rosarionya jadi cukup lama. Ada seorang dokter senior, beliau guru dan sahabat saya, bertanya: “Apa kamu yakin dengan berdoa itu kamu pasti masuk surga? Apa dengan rosario permohonan kamu pasti dikabulkan? Semua doa ‘kan ujung2nya hanya meminta dan memaksa Tuhan untuk melakukan apa yang manusia inginkan.” Saya menjawab, “Waah dok kalo urusan masuk surga atau doa yang dikabulkan mah itu mutlak terserah Tuhan saja. Saya mah cuma hamba (budak) atau pelayan Tuhan. Kalau seorang budak mana ada hak untuk meminta apalagi memaksa Tuhan.” Seperti apa yang diucapkan oleh Santo Yohanes pembaptis: “bahkan membuka tali kasut-Nya pun saya tidak layak”, jadi tugas saya sebagai manusia ciptaan-Nya adalah melayani dan melakukan kehendak-Nya. Itu saja yang mesti saya lakukan.
Saya ingin bercerita sedikit tentang diri saya, saya adalah seorang dokter alumni Fakultas Kedokteran UNPAD. Cita-cita saya setelah lulus adalah menjadi seorang dosen pengajar. Alkisah sesudah saya lulus, saya melamar menjadi PNS di UNPAD. Ujian saringan pertama lolos, sesudahnya saya diminta magang di bagian Parasitologi FK UNPAD. Setelah satu tahun, diumumkan hasil ujian tahap berikutnya dan saya dinyatakan gagal. Wah perasaan saya saat itu sedih, galau, dan tidak karuan bercampur aduk. Di saat penuh kebuntuan itu saya melamar ke FK Maranatha. Syukur puji Tuhan saya diterima dan selanjutnya bahkan hingga saat tulisan ini dibuat, saya masih boleh terus berkiprah di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.
Apabila saya melihat kilas balik tahun-tahun kehidupan yang sudah saya lalui, sungguh saya bersyukur atas kebaikan dan pimpinan Tuhan. Tuhan menutup jalan saya ke UNPAD ternyata Dia sudah merencanakan yang lebih baik untuk saya. Dia lebih mengetahui tempat yang sesuai dan paling baik untuk saya. Dalam rangkaian perjalanan dan pengalaman hidup, nyata sekali campur tangan Tuhan buat saya. Baik peristiwa remeh temeh sehari-hari maupun peristiwa besar yang cukup menentukan masa depan saya.
Saat saya menempuh program doctoral S3 tahun 2009, saya mengajukan permohonan untuk ikut program Sandwich-like DIKTI untuk belajar/melakukan penelitian ke luar negeri, target saya adalah negara Jepang. Saya sungguh berharap dapat diterima karena program ini sangat menunjang kemajuan penelitian desertasi saya. Saya berdoa dan terus berdoa memohon pada Tuhan. Hingga akhirnya diumumkan hasil seleksi yang menyatakan bahwa saya tidak diterima. Jelas saya sangat kecewa, saya merasa Tuhan tidak mendengarkan permohonan saya. “Tuhan saya ini hampir tenggelam lho, tapi koq Engkau tidak menolong saya…” Pada akhirnya saya berserah, saya bilang pada Tuhan, “Tuhan Engkau tidak memberi jalan ini untuk saya, berarti Engkau menganggap jalan ini bukan yang baik untuk saya baiklah saya berusaha menerima kenyataan ini.”
Pada hari dimana seluruh para peserta yang akan berangkat ke luar negeri diminta hadir berkumpul untuk mendapat pembekalan, tiba-tiba saya mendapat berita melalui telepon kalau saya diminta untuk datang saat itu juga karena ada salah seorang peserta yang batal. “Tuhan Mahabesar, Ya Tuhan, terima kasih untuk pertolonganMu yang sungguh luar biasa dan tidak pernah terlambat.” Singkat kata, saya berangkat ke Jepang dengan dibiayai oleh KemenristekDikti untuk mengerjakan penelitian saya di Gunma, Maebashi, Japan. Hasil penelitian yang baik dari Jepang menjadi bekal untuk menghadapi sidang akhir program doctoral saya.
Syukur puji Tuhan untuk berkat dan perlindungan Tuhan yang terus menyertai sepanjang hidup saya. Proses persiapan dan pengajuan berkas kenaikan jabatan saya menjadi guru besar dimulai sejak tahun 2018 hingga saat pengumuman kemarin merupakan perjalanan yang lumayan panjang, melelahkan dan merepotkan. Selama itu tentu ada suka dan duka yang saya alami, misalnya kejadian yang mengecewakan, menyakitkan namun ternyata setelah saya renungkan di balik semua itu ada rencana Tuhan atau hikmah yang tersembunyi.
Suatu ketika untuk memenuhi persyaratan, saya meminta seorang guru besar untuk mereview bukti-bukti karya ilmiah saya, namun beliau menolak, sayapun bingung mencari guru besar lain yang tepat untuk keperluan tersebut. Saya terpaksa harus meminta bantuan dari guru besar universitas lain. Beruntung akhirnya saya bertemu seorang professor yang baik hati dan bersedia. Sungguh beruntung karena ternyata persyaratan untuk dinilai oleh pakar eksternal sudah sekaligus terpenuhi. Setelah professor tersebut selesai mereview karya ilmiah saya, saat kami berbincang beliau bercerita bahwa istri beliau menderita penyakit ginjal kronis sehingga beliau meminta satu copy buku saya: Nutrisi untuk penderita penyakit Ginjal. Apakah ini hanya suatu kebetulan saja? Mungkin demikian. Mungkin juga ini jalan Tuhan yang luar biasa untuk memakai dan mempertemukan saya dengan professor tersebut sehingga persyaratan yang saya perlukan terpenuhi sekaligus pengetahuan saya boleh bermanfaat buat istri profesor tersebut.
Sebagaimana tema Injil hari Minggu 15 Agustus 2021, Tuhan telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan meninggikan orang-orang yang rendah. “Ya Tuhan, Engkau sungguh baik; Engkau sungguh melakukan perbuatan-perbuatan besar dan sungguh besar kasih setiaMu pada kami ciptaanMu. Saya bertekad untuk terus berusaha menjadi pelayan-Mu yang baik sampai akhir hayat.”
Saudara terkasih, saya jadi teringat sebuah ayat Kitab Suci yang menyatakan: “Berbahagialah hamba yang didapati tuannya sedang berjaga dan melaksanakan tugas.” Semoga kita semua boleh menjadi pelayan-pelayan Tuhan yang setia dan berbahagia seperti Bunda Maria.
“Santa Maria, bunda Allah. Doakanlah kami yang berdosa ini sekarang dan pada saat kami mati. Amin.”
Meilinah Hidayat, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha