Dr. dr. Theresia Monica Rahardjo, Sp.An., KIC., M.Si., MM., MARS.
Tidak terasa sudah setahun kita Bangsa Indonesia menjalani pandemic COVID-19 ini, sejak ke dua pasien pertama ditemukan pada Bulan Maret 2020. Saya melihatnya secara pribadi sebagai perjalanan spiritualitas karena sejak Bulan Maret pada tahun yang sama itulah saya mencetuskan Terapi Plasma Konvalesen (TPK).
Semua diawali pada tgl 18 Maret 2020 saat saya memberanikan diri menulis surat kepada Presiden Jokowi mengusulkan agar TPK dijadikan salah satu alternatif dalam pengobatan COVID-19. Hal ini berdasarkan antibodi spesifik terhadap SARS-CoV-2 di dalam plasma penyintas COVID-19 dapat membantu sistim imunitas penderita COVID-19 yang masih sakit untuk mengatasi penyakitnya. Saat itu saat meminta ijin untuk mengirimkan surat tersebut, suami saya berpesan, “Ini hal baik, tetapi tidak mudah, syaratnya kamu harus bersih hati dan pikirannya supaya hal ini berhasil karena dapat menolong banyak sekali orang.” Kemudian mengalirlah perjalanan, dalam hal ini perjuangan, baik dalam mengendalikan diri maupun belajar menghadapi banyak orang dengan berbagai macam karakter untuk memperkenalkan TPK.
Sebetulnya hal apa saja yang saya pelajari sepanjang perjalanan ini? Semuanya ya bolak balik kepada 3 hal utama dalam kehidupan saya sebagai seorang Kristiani umumnya dan Katolik khususnya, yaitu “Iman, Harapan dan Kasih”. Tanpa ke 3 hal tersebut tidaklah mungkin saya mampu menjalani semuanya dengan baik. Mungkin bukan hanya bagi saya, tetapi bagi semua orang yang percaya kepada Pencipta alam semesta, walaupun dalam bentuk dan pelaksanaan yang berbeda-beda.
Iman, sungguh diperlukan supaya saya memiliki sesuatu kepastian bahwa Tuhan tidak pernah melupakan janjinya sebaliknya manusia yang tidak tepat janji, Tuhan akan selalu memberikan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan, pertolongan Tuhan selalu tepat waktu. Iman yang membuat kita bisa melihat bahwa kehendak Tuhan bahwa kesulitan tidak dimudahkan tetapi kita yang dimampukan untuk mengatasinya.
Harapan, merupakan hal yang selalu seiring sejalan dengan Iman. Tanpa Iman orang tidak akan memiliki Harapan, tanpa Harapan maka Iman tidak akan terasah. Banyak Harapan gagal karena Harapan itu hanya untuk diri sendiri dan bukan untuk kebaikan sesama. Banyak orang yang tertipu oleh Harapan palsu yang dibuat oleh mereka sendiri. Harapan yang benar adalah yang baik bagi semua orang, sama seperti kita berdoa, doa yang dikabulkan adalah doa yang baik bukan hanya untuk kita pribadi tetapi juga untuk kebaikan sesama kita.
Kasih, mencakup semuanya, Iman dan Harapan ada karena Kasih, Kasih adalah segala sesuatu. Tanpa Kasih maka tidak akan ada keselamatan. Tanpa Kasih maka tidak mungkin kita mampu memiliki Iman dan Harapan. Allah Bapa mewujudkan KasihNya terhadap manusia melalui PutraNya Yesus Kristus. Bila Tuhan selalu mengasihi kita, kenapa kita tidak bisa melakukan hal yang sama atau setidaknya mencoba melakukan hal yang sama?
Setahun dalam Pandemi memang bukan soal mudah. Tidak buat saya dan tidak buat pembaca semuanya. Bagi tenaga medis, kelelahan, kekesalan, putus asa pasti ada dalam hari demi hari. Bagi non medis, semua bidang usaha dan pekerjaan juga menderita dan merasakan kapan semuanya berakhir. Semua pencegahan, semua usaha pengobatan, semuanya sudah dilakukan. Kok malah timbul varian ini dan itu. Kapan semuanya berakhir? Itu pertanyaan yang selalu muncul, sampai akhirnya ada yang ketakutan tetapi ada pula yang cuek bebek tidak peduli.
Mungkin sudah saatnya kita bertanya pada diri kita sendiri, sampai sejauh mana kita memperhatikan orang lain, menguatkan orang lain, menyebarkan hal-hal yang bermanfaat bagi sesama. Apakah kita sudah mulai belajar untuk memupuk Iman, Harapan dan Kasih di dalam diri kita? Apakah kita juga sudah mulai membagikan ketiganya dengan sesama kita? Sejauh yang saya jalani, suka atau tidak suka, terima atau tidak terima, pandemi ini telah mengajarkan, tepatnya memaksa kita untuk saling berbagi kebaikan, apa saja, mulai saling berbagi salam sehat, mendoakan orang selalu sehat dan melaksanakan prokes demi melindungi kesehatan orang lain serta berempati terhadap setiap orang.
“Sebutir beras bisa mengubah timbangan, sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan, sangat besar nilainya bagi kemanusiaan.”
Salam, Dok Mo.
Dr. dr. Theresia Monica Rahardjo, Sp.An., KIC., M.Si., MM., MARS.
Pelopor TPK di Indonesia, Dosen & Ketua PPDIK FK UKM