Home / Artikel / Lembar Kita / Setia Mencintai? Mengapa tidak?

Setia Mencintai? Mengapa tidak?

KDKKB.id – (V. Waty S.H.) –
“Hati-hati di jalan, ya. God bless you!” Begitu selalu pesan
Oma setiap aku pamit berangkat sekolah. Kupeluk tubuhnya yang
mulai membungkuk. Biasanya Oma akan memeluk dan membelai
rambutku. Aku selalu menyukai saat-saat seperti ini. Bukan hanya
saat kepadaku -cucunya- Oma menunjukkan kasihnya. Kepada Mama
dan adikku pun Oma akan melakukan hal yang sama. Dan satu hal
yang kuperhatikan, Oma akan mengucapkan pesan yang sama setiap
kali ada anggota keluarga yang akan pergi.


Pada usianya yang ke delapan puluh lima Oma tampak masih
sehat. Memang gerak tubuhnya sudah melambat, namun Oma masih
mampu melakukan aktivitasnya sehari-hari dengan baik. Mulai dari
aktivitas membantu diri sendiri seperti mandi, berpakaian, makan,
dan gerak badan ringan seperti berjalan kaki di sekitar tempat tinggal
kami. Bahkan Oma juga rajin berdoa dan masih bersemangat
menghadiri perayaan Ekaristi di gereja. Hanya saja kini penglihatan
Oma makin kurang baik. Kata dokter, akibat faktor usia.


Ketika satu per satu putra-putri Oma berumah tangga, kesibukan
Oma mengurus anak berkurang. Namun, muncul kegiatan rutin yang
baru bagi Oma : mengasuh cucu. Walau pun anak-anaknya sudah
mandiri, Oma masih terus memikirkan Mama dan anak-anaknya yang
lain. Bahkan Oma masih tekun mendoakan semua anak-cucunya.
Dara mengetahui hal ini ketika menemukan Oma larut dalam
keheningan doa di malam hari sebelum berangkat tidur. Ketika Dara
menanyakan kepada Oma apa alasannya, ia hampir tak mempercayai
jawabannya. “Oma hanya bisa mendoakan kalian..” ujar Oma penuh
haru sebelum menambahkan, “Tak pernah berhenti menjadi seorang
ibu…”

Kisah ini memberi gambaran kasih seorang ibu yang tak
mengenal akhir. Seperti ungkapan : “Kasih Ibu sepanjang jalan, kasih
anak sepanjang penggalan”. Seperti diungkap lagu anak-anak lawas
berikut ini :
Kasih Ibu kepada beta/ Tak terhingga sepanjang masa/ hanya
memberi tak harap kembali/ Bagai sang Surya menerangi dunia

Sahabat terkasih, mari kita bayangkan ibu kita masing-masing.
Mari kita ingat-ingat kembali bagaimana perjuangan ibu kita untuk
merawat dan mendidik kita. Bagaimana kita telah banyak
menyusahkan hati ibu kita sejak kita kecil hingga sekarang, dan Ibu
tetap mengasihi mengasihi kita.


Saya sendiri mempunyai seorang ibu yang amat saya
banggakan. Sejujurnya saya selalu terharu setiap kali mendengarkan
sebuah lagu rohani yang menggambarkan kasih seorang ibu kepada
anaknya dan ia tekun mendoakan sang anak.
… Di doa Ibu kudengar ada namaku disebut…

Seorang ibu selalu ingin mendukung anak-anaknya, selalu siap
menemani saat anak-anaknya berjuang. Ketika menyaksikan anakanaknya berjuang dari jauh, seorang ibu akan terus mengucap doadoanya. Ia hanya ingin memberi dan tak pernah mengharap untuk
menerima balasan.


Sebagai pengikut Kristus, kita mengenal seorang ibu yang
istimewa. Bunda Maria. Ia Bunda Gereja dan Bunda kita semua. Sejak
menerima kabar dari malaikat Gabriel, Maria yang masih belia telah
belajar rela dan setia menjadi ibu Yesus. Meski pada mulanya Maria
sempat ragu, namun ia kemudian membuktikan keberaniannya
menerima konsekuensi pilihannya.


Walaupun tak menemukan tempat yang pantas ketika akan
melahirkan bayi Yesus, ia tetap bersyukur dan bersukacita
menyambut bayinya di kandang hina. Ia tetap setia meskipun harus
berlelah-lelah mengungsi ke Mesir untuk menghindari kejaran
tentara Firaun. Dan ia menyimpan dengan bijak semua pergumulan
hatinya yang dialami dalam merawat dan mendidik Yesus,
mengantarNya ke gerbang kedewasaan dan mulai dengan karya
mujizatnya yang pertama di perjamuan perkawinan di Kana.

Bunda Maria mencintai dan setia mendampingi Yesus
dalam berkarya. Dan ia tetap setia mendampingi walau harus
menanggung kesedihan mendalam menyaksikan putranya menderita
sengsara, memikul salibNya menuju Kalvari. Bunda Maria tetap setia
berdiri di kaki salibNya. Dengan tabah ia menyambut dalam
pangkuan cintanya jenazah Yesus, putranya. Semangat Bunda Maria
tidak padam setelah mengalami rangkaian duka yang terus melanda.
Ia tetap setia mendampingi dan berdoa bersama murid-murid Yesus.
Bahkan sebelum Roh Kudus turun atas para Rasul, Bunda Maria
masih berdoa bersama mereka (bdk. Kis 1:14). Bunda Maria menjadi
Bunda Gereja dan Bunda kita semua. Ia tak pernah berhenti
mengasihi kita. Bahkan ia terus mendoakan kita sampai hari ini.

Sobatku yang dikasihi Tuhan, mari kita jadikan Maria sungguhsungguh menjadi Bunda dalam hati, keluarga dan lingkungan kita.
Caranya adalah dengan rendah hati kita belajar meniru apa yang
telah diteladankan Bunda Maria. Tekun berjuang untuk berani
mencintai dan terus setia menebar cinta dalam suka maupun duka.
Mari kita warnai dunia dengan pelangi kasih yang telah kita terima
lebih dahulu. Mari kita mengubah wajah pribadi, keluarga,
lingkungan, juga dunia, agar bumi tempat kita tinggal ini menjadi
tempat yang menyenangkan bagi lebih banyak orang karena
merasakan dirinya dicintai. Setia mencintai? Mengapa tidak?
… Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu : selain berlaku
adil, mencintai kesetiaan,
dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu? (Mikha 6:8)

Menjadi seorang Kristiani bukan sekedar mengikuti
perintah: melainkan memperkenankan Kristus
menguasai hidup kita dan mengubahnya.

Paus Fransiskus


http://kdkkb.id

Meneladani Bunda Maria ~ “Fiat Voluntas Tua”

Sudah selayaknya, bahwa bunda Allah menikmati keistimewaan Putra dan dihormati oleh seluruh ciptaan sebagai ibu …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *