(RD Nikasius Jatmiko)
KDKKB.id – Mat.5:43 Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu.
Mat. 5:44 Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.
Kata “cintai” sering terucap di setiap waktu oleh segala kalangan, bahkan tema cinta selalu mengihiasi tema-tema lagu. Ini pertanda bahwa kata “cinta” mempunyai makna yang luar biasa dalam kasanah kehidupan manusia. Ungkapan kata cinta itu semakin berarti ketika mempunyai nilai yang mendalam dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu terlihat jika ada relasi yang baik satu dengan lainnya dalam segala sendi kehidupan. Seringnya kata itu terucap membuat makna menjadi kabur dan kehilangan rasa. Kata cinta harus mempunyai makna yang sakral, karena melalui cinta itu semua menjadi baik adanya, termasuk dunia ini.
Ironisnya, ketika dunia mengulang-ulang kata cinta dalam semua sendi kehidupan, kenapa masih muncul adanya pertikaian, peperangan, kebencian, dsb. Ini adalah sebuah fenomena yang bisa menjadi pertanda matinya makna cinta itu. Logikanya ketika cinta dikedepankan, tentunya kedamaian selalu ada dalam seluruh relung kehidupan. Maraknya berita kekerasan, percekcokan, pembunuhan dan aneka bentuk kejahatan menjadi penegas lunturnya makna cinta itu.
Katolik mengajarkan makna cinta yang selalu didengungkan oleh Yesus dalam pengajarannya. Hal itu tertulis secara gamblang di dalam Kitab Suci. Ini berarti bahwa makna cinta masih sangat relevan di dalam dunia ini sekaligus memaknai kembali arti cinta yang mulai aus digesek jaman. Tuntutan memaknai kata cinta yang mulai aus itu mesti dikaitkan juga pada sisi memaafkan. Runtuhnya makna cinta itu harus dibangun kembali manakala mengedepankan “pengampunan” kepada orang yang menyakiti kita. Hal itu diperjelas oleh Mateus dalam injilnya.
Kualitas kehidupan orang katolik harus berani memberikan pengampunan kepada yang salah. Bukankah doa Bapa Kami juga menegaskan itu, “ampunilah mereka yang bersalah kepada kami”. Ini memberikan gambaran bahwa cinta itu harus selaras dengan pengampunan. Dalam Perjanjian Lama, kita mengenal istilah Lex Tallionis, hukum balas dendam. Orang harus menerima hukuman setimpal atas perbuatannya ketika bersalah. Mata ganti mata atau gigi ganti gigi, adalah contoh-contoh bagaimana hukum itu ditegakkan. Jadi ketika hukum itu kembali menjadi acuan maka kedamaian itu akan jauh dari dunia ini. Alasannya dunia akan silih berganti membalas dendam secara turun temurun. Akibatnya dunia akan menjadi ajang pertikaian dan peperangan tanpa henti.
Konsep itu diperbaharui oleh Yesus dengan menggunakan Lex Caritatis, hukum cinta kasih. Kebencian bukan dibalas kebencian, kejahatan bukan dibalas dengan kejahatan, namun semua itu dibalas dengan kebaikan, itulah cinta. Cinta kasih itu berarti harus memaafkan bukan membalas seperti dalam konsep Lex Tallionis. Makna cinta akan semakin kentara ketika menempatkan itu dalam konsep Lex Caritatis. Sebaliknya kehancuran akan semakin kentara ketika mendasarkan pada lex Tallionis. Tugas sebagai orang katolik harus menjadi perpanjangan rahmat dari hukum cinta kasih itu. Ketika dalam diri kita masih ada kebencian, berarti kita masih ada dalam kukungan Lex Tallionis. Sebaliknya ketika kedamaian ada dalam diri manusia, itulah Lex Caritatis, itulah cinta. Oleh karenanya, kita berani mengampuni sesama yang bersalah. Ketika semua menempatkan pola pikir itu maka dunia akan damai sejahtera. Itulah ajaran katolik yang senantiasa harus dijaga terus.
Amate Hostes Tuos, Cintailah musuh-musuhmu. Inilah dasar ajaran katolik untuk ikut menciptakan dunia semakin damai. Mari kita ambil bagian di dalamnya, Loving and forgiving.
+++