Teman sejawat yang terkasih, bulan Mei adalah bulan devosi kita kepada Bunda Maria. Bulan ini adalah waktu yang tepat untuk memberikan penghormatan kepada Bunda Maria, yang kita lakukan antara lain dengan berdoa Rosario. Selain bulan Mei, kita juga memiliki bulan Oktober yang didedikasikan sebagai bulan Rosario. Di awal bulan Mei yang penuh berkat ini ada baiknya kita membaca artikel yang memperdalam pemahaman kita tentang Doa Rosario.
Bersama ini saya persembahkan sebuah tulisan lawas dari almarhum pembimbing rohani saya, Pastor Agus Rachmat OSC. Beliau telah berpulang ke hadirat Bapa di surga beberapa tahun yang lalu, namun tulisannya tetap menginspirasi kita semua hingga saat ini.
Selamat membaca dan memahami kembali Doa Rosario dengan sudut pandang yang mencerahkan.
-Redaksi-
Kisah dari Paris
Sekitar seabad yang lalu, di sebuah perjalanan kereta api di Paris terjadilah suatu percakapan berikut.
“Pak, apa masih percaya ama benda kuno itu?” Tanya seorang mahasiswa kepada si bapak tua yang sedang asyik berdoa Rosario dalam kereta.
“Ya. Kalau saudara gimana?” Tanya balik si pak tua.
Si mahasiswa tertawa terpingkal-pingkal dan berkata: “Aku tak percaya pada benda takhayul itu. Saranku coba deh bapak pelajari gimana pandangan ilmu tentang hal itu.!”
“Ilmu? Saya tidak paham tentang ilmu semacam itu. Bisakah saudara memberi penjelasan kepada saya soal itu!” kata si orang tua dengan rendah hati dan mata yang terharu. Si mahasiswa sempat mengamati bahwa bapak tua itu sangatlah tergerak hatinya.
“Aku minta alamat bapak aja deh. Nanti aku kirim beberapa buku tentang hal itu kepada bapak,” kata si mahasiswa. Si bapak tua merogoh saku jaketnya dan memberikan kepada si anak muda itu kartu namanya. Sesaat kemudian, si mahasiswa jadi tertegun! Terbaca pada kartu nama itu: Louis Pasteur, Direktur Institut Penelitian Ilmu Pengetahuan, Paris.
Siapa yang tidak kenal nama Louis Pasteur? Seorang ilmuwan mikrobiologi tetapi sekaligus seorang figur yang sungguh percaya pada makna dan kekuatan rohani Doa Rosario (Koerniatmanto, Doa Rosario dalam Lima Bahasa: 2013, cover belakang).
Aneka Perlambang Cintakasih
Bagi orang Katolik, doa Rosario adalah doa yang paling akrab dan kerap dilambungkan jiwanya. Doa itu akrab dengan hati karena rumusannya begitu singkat dan sederhana hingga langsung bisa terbenam dengan lestari dalam relung jiwa kita hingga seakan-akan menjadi iklim rohani yang mengambang sejuk dalam batin kita. Itu sebabnya kalimat-kalimat doa Rosario itulah yang langsung muncul dalam angan dan bibir kita setiap kali hati kita tersentak rasa genting dan tegang: “Bunda Maria, doakanlah kami, sekarang dan pada waktu kami mati.” Seperti anak rajawali berlindung dalam kepak induknya, demikian pun kita bernaung dalam kasih dan kuasa ilahi guna menimba daya dan harapan untuk menembus krisis kehidupan!
Doa Rosario juga merupakan doa yang paling kerap kita ucapkan karena menjadi sarana ungkapan iman bersama setiap kali kita berkumpul sebagai sekelompok umat guna mengenangkan atau merayakan peristiwa-peristiwa penting yang merajut kehidupan kita: lahir, sakit, sembuh, ulang tahun, berkah, lulus, pindah, kematian, dan lain-lain. Peristiwa-peristiwa sehari-hari itu, melalui aneka peristiwa-peristiwa kudus dari Kitab Suci yang kita renungkan saat berdoa Rosario, lantas bergabung menjadi suatu peristiwa iman, yakni saat kita merasa disentuh & diberdayakan oleh kasih dan kuasa Allah yang menyelamatkan hidup kita. Sama seperti Tuhan Yesus dan Bunda Maria, jalan hidup kita pun ditandai oleh lintasan peristiwa gembira (gaudiosi), peristiwa terang (luminosa), peristiwa sedih (dolorosa), dan peristiwa mulia (gloriosa).
Di balik rumusan doa Rosario yang sederhana itu berhembuslah suatu nuansa afektif yang kental, yakni rasa cinta yang hangat & tegar di antara Allah dan manusia. “Salam Maria, Tuhan sertamu!”. Allah menyertai Maria bukan saja pada saat ia mengandung dan melahirkan Yesus, putranya, melainkan terus sepanjang hidup Maria sampai saat tragis waktu Maria memeluk jenazah putranya yang telanjang penuh dengan luka: suatu peristiwa yang diabadikan dengan indah oleh Michael Angelo dalam patung pualam Pieta di Basilica St. Petrus, Vatikan. Doa Rosario lahir dari keyakinan iman Maria bahwa Allah itu “Emmanuel,” artinya: Allah itu menyertai perjalanan nasib manusia, dan tragedi apapun yang menyayat hidup itu tidaklah melunturkan iman Maria akan kasih Allah tersebut.
Dalam doa Rosario, nuansa kasih antara Allah dan manusia itu diungkapkan dalam tiga (3) lambang berikut: dalam pengulangan kalimat-kalimat yang sama (repetisi), dalam bunga mawar (rosa) yang menamai rangkaian doa tersebut, dan dalam bentuk lingkaran utuh yang merajut untaian doa itu menjadi sebuah kalung rohani.
Doa Rosario adalah suatu repetisi, suatu pengulangan berkali-kali dari suatu rumusan atau formula doa yang sama: 50X. Orang yang sinis akan menyindir dengan berkata: ”Untuk apa kita mengulang-ulang formula yang sama? Makin lama bukannya makin pinter tapi malah makin bodoh!” Sinisme semacam itu muncul oleh karena kegagalan untuk memahami dan merasakan getaran nuansa afektif yang menjadi muara doa Rosario. Repetisi adalah ungkapan yang paling spontan dari sebuah hati yang digenangi oleh rasa cinta. Bagi orang yang memendam cinta, tiada kata yang yang lebih indah dan tiada tindakan yang lebih mesra daripada menyebut nama orang yang dikasihinya itu berkali-kali. Nama yang dekat di hati akan terus berdendang dalam jiwa kita dan terucap spontan berulang kali dalam bibir kita. Repetisi adalah ekspresi dari cintakasih: cara untuk menyatakan bahwa kasih itu tiada kan pernah surut dan sirna. Jadi melalui doa yang berulang-ulang itu kita hendak mengakui dan menyatakan bahwa Allah itu dekat di hati kita dan bahwa kasihNya selalu menyertai perjalanan hidup kita seperti kasihNya akan Bunda Maria.
Doa Rosario juga adalah koleksi mawar rohani yang kita persembahkan kepada Allah. Keharuman aroma dan keindahan warna bunga mawar telah menyebabkannya menjadi lambang universal dari cintakasih. Melalui doa Rosario, kita kumpulkan dan haturkan niat terbaik yang tersembunyi dalam kalbu kita, yakni bahwa hidup dan karya kita itu akan mengharumkan nama Allah hingga kata Allah menjadi kata yang terindah yang bisa diucapkan manusia karena kata itu mengundang lahirnya rasa kasih sayang, kasih yang murah hati kerna senantiasa bersedia untuk mengabdi dan mengampuni seperti yang telah diperagakan oleh Tuhan Yesus dan Bunda Maria: “Allah adalah kasih! Marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan.” (1 Yoh. 3: 18). Duri-duri yang menaburi bunga mawar itu menjadi tanda dari kesediaan kita untuk ikut terluka dan menderita bersama dengan orang yang kita kasihi, seperti mahkota duri yang menandai kasih Kristus kepada kita: “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-sahabatKu.” (Yoh. 15:13-14).
Untaian niat dan harapan luhur itu kita rangkai menjadi suatu lingkaran rohani berbentuk kalung yang utuh. Itulah kalung kehidupan kita, lambang dari kesatuan hati dan kebulatan tekad kita untuk hidup sesuai dengan Kehendak Allah: mengabdi Allah dan mencintai sesama. Ada banyak kenangan getir dan peristiwa pahit yang hendak mencerai-beraikan kalung kehidupan kita menjadi pecah berantakan: kegagalan dan kekecewaan, penghianatan dan kematian, krisis dan trauma kehidupan dan lain-lain. Dengan demikian, kalung doa Rosario itu menjadi tanda dari iman yang heroik: iman yang tak gentar untuk berjuang melawan badai kehidupan agar senantiasa bisa berputar utuh kembali di jalan hidup yang telah dirintis Tuhan Yesus dan Bunda Maria: “Per crucem ad lucem” (dari salib menuju cahaya). Dengan berdoa mohon rahmat Allah, kita sekaligus juga mengakui bahwa kita tidak mungkin mengatasi aneka cobaan hidup itu tanpa bantuan dan bimbingan Allah.
Mengembara di Ruang Batin
Karena rumusan doa Rosario itu sangatlah sederhana dan diucapkan pula berkali-kali, terkadang kita merasa bahwa ingatan dan pikiran kita itu lalu melantur tak menentu saat kita berdoa Rosario. Namun sesungguhnya, bila kita refleksikan dengan lebih seksama, ada semacam pola atau logika tertentu yang mengendalikan arah lamunan kita, yakni “the logic of love and anxiety” (logika cinta dan kerisauan jiwa). Repetisi doa Rosario yang teratur dan ritmis itu memberi peluang bagi pikiran kita untuk mengembara menuju perkara dan peristiwa yang tengah kita cintai atau risaukan. Dengan demikian, doa Rosario juga membuka peluang bagi terjadinya suatu komunikasi intra-psikis: komunikasi pikiran kita dengan lapisan-lapisan bawah sadar hidup kita. Secara tak sengaja, pikiran kita menerawang kepada orang-orang yang kita cintai atau lukai hatinya: rasa hutang budi, sedih, sesal dan syukur lalu berbaur muncul dalam ingatan kita. Pikiran kita juga lalu sering mengembara ke pelbagai perkara yang tengah menindih jiwa kita, membangkitkan rasa cemas dan khawatir. Dalam rumusan doa Rosario, asosiasi kembara jiwa itu dirumuskan dalam tiga kata ini: rahmat, dosa dan kematian. Kita syukuri kehadiran berkat dan rahmat Allah dalam kehidupan kita, kita mohonkan ampun Allah atas segala dosa dan kelemahan kita, kita harapkan perlindungan Allah atas segala bahaya dan petaka yang mengancam hidup kita: “Doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang, dan pada waktu kami mati.”
Doa Rosario adalah doa yang sederhana bagi segala usia dan kalangan. Tujuannya adalah mendekatkan hati kita dengan hati Allah hingga kasihNya menggenangi hati kita dan kuasaNya menaungi perjalanan hidup kita. Itulah pesan dari Sr. Lucia dari Fatima yang menerima kurnia penampakan Bunda Maria dalam hidupnya:
“My impression is that Our Lady wanted to give ordinary people, who
might not know how to pray, this simple method of getting closer to
God.” Sr. Lucia of Fatima
Agus Rachmat OSC 2014